Nasionalisme dan Harga Diri Bangsa Lebih Penting dari Sekedar iPhone 16

Nasionalisme dan Harga Diri Bangsa Lebih Penting dari Sekedar iPhone 16

Muda Senada - 20 September 2024 lalu, Apple resmi meluncurkan iPhone 16, seri terbaru dari smartphone yang selalu mengundang hype di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Namun, ada yang sedikit berbeda kali ini. iPhone 16 belum resmi masuk ke pasar Indonesia, karena ada ketidaksepakatan antara Apple dan pemerintah Indonesia terkait aturan yang berlaku.


Alhasil, iPhone 16 belum bisa dibeli di Tanah Air, yang mengakibatkan kegemparan di kalangan penggemar teknologi dan pengguna setia Apple di sini.


Dua hal menjadi penghalang utama bagi Apple untuk memasarkan iPhone 16 di Indonesia. Pertama, Apple belum memenuhi persyaratan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebesar 40%, yang merupakan regulasi wajib untuk setiap produk elektronik yang ingin beredar di Indonesia.


Kedua, yang lebih kontroversial, adalah permintaan Apple agar diberikan "tax holiday" atau pembebasan pajak selama 50 tahun untuk memenuhi komitmen investasi di Indonesia. Permintaan ini dianggap berlebihan oleh banyak pihak dan memicu perdebatan sengit tentang pentingnya nasionalisme dan harga diri bangsa dibandingkan kepentingan perusahaan asing.

Apa Itu TKDN dan Kenapa Penting?


TKDN atau Tingkat Komponen Dalam Negeri adalah peraturan yang mensyaratkan produk asing yang ingin dipasarkan di Indonesia memiliki minimal 40% komponen dari dalam negeri.


Artinya, ada kontribusi dari bahan baku atau proses perakitan produk tersebut yang dilakukan di Indonesia. TKDN ini sebenarnya bertujuan mulia, yaitu mendorong industri lokal agar lebih berkembang dan berdaya saing.


Jadi, kalau Apple memenuhi syarat TKDN ini, maka ada nilai tambah untuk perekonomian Indonesia, bukan hanya sekadar jualan produk.


Masalahnya, sertifikat TKDN Apple untuk iPhone sudah kedaluwarsa, dan mereka belum memperbarui izin tersebut. Dari sisi investasi, Apple sendiri punya target investasi sebesar Rp1,71 triliun di Indonesia. Tapi hingga saat ini, yang tercapai baru Rp1,48 triliun, masih kurang sekitar Rp240 miliar dari target yang dijanjikan.


Sebagai konsumen, mungkin kita berpikir, ya tinggal lengkapi saja investasinya atau penuhi syarat komponen dalam negeri, dan selesai. Namun, kenyataannya seringkali tak sesederhana itu, karena berbagai faktor bisnis dan kepentingan global yang mungkin berpengaruh.

Apple dan Permintaan Tax Holiday 50 Tahun: Apakah Ini Wajar?


Selain masalah TKDN, Apple membuat masyarakat Indonesia tercengang dengan permintaan tax holiday selama 50 tahun. Jadi, sederhananya, mereka meminta untuk dibebaskan dari pajak dalam jangka waktu yang cukup lama sebagai syarat berinvestasi di Indonesia.


Kalau dipikir-pikir, permintaan ini agak keterlaluan, ya. Maksudnya, kenapa Apple berani minta pembebasan pajak setengah abad? Ini hampir seperti meminta hak istimewa tanpa memberikan kontribusi yang sepadan.


Di dunia bisnis, tax holiday bukan hal yang asing. Banyak negara menawarkan kebijakan ini untuk menarik investor asing. Tapi, periode tax holiday yang diminta biasanya jauh lebih singkat, hanya beberapa tahun.


Nah, permintaan Apple selama 50 tahun ini tentu menimbulkan reaksi negatif, karena seolah-olah perusahaan besar ini hanya ingin mengeruk keuntungan tanpa benar-benar menghargai aturan dan kontribusi ekonomi lokal.

Nasionalisme dan Harga Diri Bangsa dalam Era Globalisasi


Ketika berbicara soal nasionalisme, mungkin sebagian dari kita berpikir ini adalah konsep kuno yang relevan hanya saat ada ancaman fisik atau konflik antarbangsa.


Padahal, dalam era globalisasi seperti sekarang, nasionalisme juga bisa muncul dalam bentuk kebijakan ekonomi. Dengan kata lain, menolak permintaan tak masuk akal dari perusahaan asing juga merupakan wujud nasionalisme, karena ini melindungi kepentingan jangka panjang negara kita.


Permintaan tax holiday Apple bisa diartikan tindakan ‘keterlaluan’ oleh beberapa kalangan. Masa iya perusahaan sebesar Apple tidak mau bayar pajak selama 50 tahun di Indonesia?


Padahal, pengguna produk Apple di Indonesia cukup banyak dan loyal. Tidak ada timbal balik yang sepadan, hanya ingin mengambil keuntungan tanpa tanggung jawab sosial. Kalau terus-menerus begini, apakah kita mau terus didikte oleh korporasi global?

Kesimpulan


Dari sini, kita bisa melihat bahwa iPhone 16 hanyalah produk. Memang, ia populer, canggih, dan menawarkan prestise bagi penggunanya. Namun, sebagai bangsa, kita harus memiliki sikap yang lebih dari sekadar keinginan untuk memiliki gadget terbaru.


Kalau Apple benar-benar ingin masuk pasar Indonesia, mereka harus mematuhi aturan yang berlaku, sama seperti perusahaan lainnya.


Tanpa komitmen yang jelas dari Apple, lebih baik kita tidak mengorbankan harga diri bangsa demi sebuah produk elektronik.


Kita harus ingat bahwa kebijakan TKDN dan pajak adalah untuk melindungi ekonomi lokal. Membebaskan Apple dari pajak hingga 50 tahun bisa dianggap ngadi-ngadi.


Dengan menolak permintaan yang tidak masuk akal ini, kita sebenarnya sedang membangun harga diri bangsa. Nasionalisme di era modern memang tidak terlihat di medan perang, tapi dari bagaimana kita mempertahankan nilai dan aturan yang kita miliki di tengah dominasi perusahaan global.

Post a Comment

0 Comments