Muda Senada - Masa tenang kampanye seharusnya jadi waktu untuk “tarik napas” bagi para pemilih. Dari tanggal 24 hingga 26 November 2024, semua aktivitas kampanye dilarang.
Tapi, nyatanya? Di timeline kita, kok masih ada aja postingan yang menyindir lawan politik atau secara halus nge-push salah satu pasangan calon.
Apa ini yang disebut soft-campaign? Atau lebih tepatnya: kampanye terselubung dengan selimut media partner dan buzzer?
Menurut Pasal 187 Ayat 1 UU Pilkada, segala bentuk kampanye di masa tenang itu dilarang. Media massa, termasuk media sosial, juga nggak boleh menyebarkan rekam jejak atau konten apa pun yang mengarah ke kampanye.
Tapi aturan tinggal aturan, toh? Faktanya, di masa tenang bahkan sampai hari pemungutan suara pada 27 November kemarin, kita masih disuguhi soft-campaign di sana-sini. Gimana ceritanya ini bisa lolos?
Fakta Pelanggaran: Soft-Campaign yang Masih Berkeliaran di Masa Tenang
Soft-campaign, atau kampanye terselubung, emang punya seribu wajah. Misalnya, postingan yang seolah cuma “mengucapkan selamat” tapi isinya malah nge-endorse pasangan calon tertentu. Ada juga yang bikin konten viral dengan menyentil kebijakan lawan politik.
Ada juga yang bikin konten prediksi pemenang pilkada, tanpa data yang jelas, si Admin bilang kalau yang akan menang adalah calon yang didukungnya (yang membayar?)
Lucunya, semua ini muncul saat masa tenang. Pas banget, ya?
Peran Media Partner dan Buzzer
Media partner politik dan buzzer jadi “pemain belakang layar” yang lihai. Dalam konteks soft-campaign, “konten biasa” atau “tanpa maksud kampanye”, kerap dijadikan cara untuk nge-push pesan politik.
Kalau diumpamakan, mereka kayak ngasih kode lewat lagu galau: nggak terang-terangan, tapi kita semua tahu arahnya ke mana.
Targetnya siapa? Tentu saja user internet, follower mereka–terutama anak muda, untuk memilih paslon yang mereka dukung.
Pola Pelanggaran yang Berulang
Coba cek lagi timeline media sosial atau platform berita online selama masa tenang. Ada artikel “netral” yang sebenarnya nggak netral, ada thread di X yang tiba-tiba nge-hype salah satu pasangan calon.
Ironisnya, ini semua jalan terus karena pengawas pemilu nggak bisa ngejaringnya secara langsung.
Mengapa Sulit Dideteksi?
Soft-campaign seringkali bermain di wilayah abu-abu. Bawaslu memang sudah berusaha keras, tapi dengan masifnya konten digital, pengawasan jadi kayak main petak umpet.
Kadang pelaku lebih pintar daripada regulasi yang ada. Ditambah lagi, banyak buzzer yang bekerja secara independen, tanpa koordinasi langsung dengan tim kampanye resmi.
Refleksi dan Kritik: Apa yang Salah dengan Regulasi dan Penegakan?
Kalau kita lihat dari sudut pandang regulasi, sebenarnya aturan sudah cukup jelas. Tapi kenapa tetap ada celah?
Jawabannya simpel: kurangnya penegakan hukum dan sanksi yang benar-benar menjerakan.
Pengawasan Media Sosial yang Lemah
Saat dunia digital jadi arena kampanye utama, pengawasan manual jelas nggak cukup. Media sosial ibarat sungai deras: nggak cukup pakai gayung, kita butuh bendungan!
Tapi, sejauh ini, pengawasan masih kalah cepat dengan kreativitas para pelaku soft-campaign.
Saran untuk Kampanye yang Lebih Adil
KPU dan Bawaslu harus lebih proaktif, khususnya dalam berkolaborasi dengan platform digital seperti Facebook, Instagram, dan X. Tingkatkan transparansi dalam pengawasan, misalnya dengan melibatkan masyarakat untuk melaporkan pelanggaran secara real-time.
Terapkan sanksi tegas, nggak cuma untuk pelaku, tapi juga media partner yang terlibat.
Kesimpulan: Masa Tenang Harusnya Beneran Tenang
Masa tenang adalah momen krusial bagi pemilih untuk berpikir jernih. Tapi kalau masih ada soft-campaign yang wara-wiri, bagaimana pemilih bisa bebas dari pengaruh? Aturannya sih sudah bagus, tapi kalau pelanggarannya cuma dianggap “angin lalu”, apa artinya?
Pilkada 2024 ini harus jadi pelajaran. Bukan cuma untuk kandidat, tapi juga untuk kita sebagai masyarakat digital. Next time, yuk, sama-sama jadi pemilih yang cerdas dan lebih kritis soal pelanggaran kayak gini. Karena demokrasi yang sehat itu dimulai dari kampanye yang adil, bahkan di masa tenang.
0 Comments