Muda Senada - Dulu, bisa nangkring di page one Google itu udah bikin senyum sampai kuping. Sekarang? Masih di posisi satu, tapi kliknya ga masuk-masuk.
Kenapa? Karena AI Overviews udah duluan nyodorin jawaban ke user kayak guru les yang tiba-tiba ngerjain PR kita tanpa disuruh.
Makasih iya, tapi juga... yah, bikin kesel.
Angka yang muncul juga nggak main-main. Penelitian dari Ahrefs bilang, AI Overviews bisa nurunin CTR sampai 34%.
AI Overviews Muncul: Praktisi SEO Jadi Korban?
Buat para SEO yang hidup dari klik, itu bukan cuma penurunan, itu penyiksaan batin.
Bayangin udah capek-capek bikin konten SEO-optimized, keyword research berlembar-lembar, terus tiba-tiba user-nya nggak ngeklik karena jawaban udah disodorin duluan sama Google.
Rasanya kayak bawa gebetan ke konser, terus dia malah nonton bareng orang lain.
Yang paling nyesek, AI ini bukan muncul sembarangan. Ada polanya.
Kalau kueri kita panjang, semacam "cara bikin plan content bulanan buat toko kue online di Instagram" besar kemungkinan AI Overview muncul dan menyantap semua klik yang harusnya mampir ke website lo.
Pun, kategori yang paling kena juga udah jelas: kesehatan, finansial, edukasi, yang intinya semua yang biasanya dicari pakai kata kunci panjang dan penuh niat belajar.
Tapi di sisi lain, bukan berarti, semua kueri jadi ladang pembantaian. Ada juga yang masih aman.
Misalnya, kueri lokal kayak "cafe di BSD yang buka 24 jam", atau pertanyaan tentang visual kayak “inspirasi kamar aesthetic 2025”, AI masih agak malu-malu buat tampil, karena datanya terlalu lokal atau terlalu visual.
Tapi ya, jangan terlalu berharap. Hari ini aman, besok bisa digusur juga.
Strategi Bertahan di Tengah Serangan AI
Banyak yang mulai panik dan bilang SEO udah sekarat. Tapi tenang, SEO tuh kayak roti tawar. Bisa dibakar, bisa dikukus, bisa dijadikan sandwich.
Artinya? Fleksibel. Tapi ya lo harus kreatif, jangan ngarepin cara lama terus berhasil.
Pertama, kita harus move on dari mindset “asal ranking tinggi pasti rame”. Dunia udah berubah. Sekarang saatnya jadi topical authority.
Jadi bukan ngejar semua keyword yang sempat lewat di tools, tapi fokus jadi yang paling paham satu topik tertentu.
Kayak lo jadi wibu yang cuma bahas One Piece tapi dalam banget, sampe teori Davy Back Fight pun dibahas. Itu otoritas.
Kedua, ada yang namanya programmatic SEO. Ini bukan jurus sulap, tapi teknik bikin ribuan halaman dengan struktur serupa tapi isi beda, yang targetnya kueri long-tail.
Ini cara Expedia dan teman-temannya nguasain niche keyword kayak "hotel murah di Sidoarjo yang ada playground". Canggih, tapi butuh effort.
Ketiga, jangan lupa strategi Search Everywhere Optimization. Maksudnya, jangan cuma mikir Google.
Banyak user sekarang yang cari info di TikTok, Instagram, bahkan ChatGPT.
Jadi, lo harus bisa nyebar konten yang emang cocok sama karakter tiap platform.
Di Instagram? Kasih carousel. Di ChatGPT? Kasih konten yang bisa dijawab AI tapi source-nya tetep dari lo.
Dan terakhir, bikin konten yang bisa jadi aset, bukan cuma bacaan. Panduan interaktif, kalkulator, atau bahkan infografis yang bikin orang mau backlink ke lo.
Di era AI, konten unik bukan bonus—itu harga mati.
Kesimpulan: SEO Masih Relevan, Tapi Harus Naik Level
AI bukan akhir dari SEO. Tapi jelas ini fase evolusi.
Yang bertahan bukan yang paling kuat, tapi yang paling cepat adaptasi. Lo nggak bisa lagi hanya ngandalin keyword stuffing dan backlink spam. Lo harus ngerti audiens, ngerti platform, dan ngerti konteks.
SEO sekarang bukan soal muncul di Google, tapi soal menarik perhatian manusia di mana pun mereka ngeliat.
Kita harus berubah dari sekadar mengejar klik jadi membangun koneksi. Karena di ujung hari, audiens itu bukan angka. Mereka orang beneran. Dan orang butuh percaya sebelum mau klik, apalagi beli.
Jadi ya, silakan sambat. Tapi sambil jalan, sambil upgrade. SEO belum mati, cuma lagi ganti skin. Dan lo harus siap jadi versi terbaru dari diri lo sendiri.
---
0 Comments